Tipe, Struktur Organisasi
Tipe-tipe organisasi
Secara garis besar organisasi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi
informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat
mereka. Namun dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal
maupun informal yang sempurna.
1.1 Organisasi Formal
Organisasi formal memiliki suatu
struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan
otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Kemudian
menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya.
Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan
mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif
bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal adalah perusahaan
besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi,
2003:9).
1.2 Organisasi Informal
Keanggotaan pada organisasi-organisasi
informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap
kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota
organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan
tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh
organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam
bersama.
1.3 Tipe Organisasi Berdasarkan Sasaran Pokok Mereka.
Organisasi yang didirikan tentu
memiliki sasaran yang ingin dicapai secara maksimal. Oleh karenanya
suatu organisasi menentukan sasaran pokok mereka berdasarka
kriteria-kriteria organisasi tertentu. Adapun sasaran yang ingin dicapai
umumnya menurut J Winardi adalah:
- Organisasi berorientasi pada pelayanan (service organizations)
- Organisasi yang berorientasi pada aspek ekonomi (economic organizations),
- Organisasi yang berorientasi pada aspek religius (religious organizations)
- Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations)
- Organisasi-organisasi pemerintah (government organizations)
- Organisasi-organisasi sosial (social organizations)
Teori
Motivasi
1. Teori hierarki
kebutuhan
Teori
motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham
Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki
dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan
fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan
emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan
persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan
aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri
sendiri).
Maslow
memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.Kebutuhan fisiologis dan rasa
aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.Perbedaan
antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat
atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan
dipenuhi secara eksternal.
Teori
kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana
karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat
teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian
yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.
2. Teori X dan teori Y
Douglas
McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan
manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi
tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan
berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Teori
motivasi kontemporer
Teori
motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan
teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi
karyawan. Teori motivasi kontemporer mencakup:
1. Teori kebutuhan
McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan
oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus
pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
a.
kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi,
mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
b.
kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu
lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku
sebaliknya.
c.
kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu
hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
2. Teori evaluasi
kognitif
Teori
evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian
penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan
secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.
Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi
yang mendukung.
3. Teori penentuan
tujuan
Teori
penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai
tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu
seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus
dikeluarkan.
4. Teori penguatan
Teori
penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari
konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin
individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia
melakukan tindakan.
5. Teori Keadilan
Teori
keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil
pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan
kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
6. Teori harapan
Teori
harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan
diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap
individu tersebut.
Teori
konflik
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada
beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli :
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977),
konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain
dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan
konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Konflik
Menurut Peneliti Lainnya
1.
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut
komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti
kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik
mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang
buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari
kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik
pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara
nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan
pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu
diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang
berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua
pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung
amarah.
2.
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa
menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini
dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen
suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk,
tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak –
pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari
konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan
bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
Penyebab
konflik
1.
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh
dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian
yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
3.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
4.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang
lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Perubahan-perubahan
ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis
konflik:
Menurut
Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
a.
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role))
b.
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar
keluarga, antar gank).
c.
Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
d.
Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang
saudara)
e.
Konflik antar atau tidak antar agama
f.
Konflik antar politik.
g.
Konflik individu dengan kelompok
Kesimpulan : konflik bisa datang dimana saja dan kapan saja , baik dari luar maupun dari dalam . konflik harus dihadapi dan diselesaikan bukan di tinggalkan, lebih baik diselesaikan secara damai, agar tidak ada pihak yan dirugikan
Sumber: http://claudensianalaidwina.blogspot.com/2013/11/tugas-teori-organisasi-umum-2.html